Kamis, 03 November 2011

Awas, Misteri Isu Penggagalan BPJS Jilid II!

Jakarta - Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang dikenal dengan BPJS secara resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat lewat sidang paripurna, Jumat (28/10). Pengesahan ini pun diharapkan mengakhiri semua pro - kontra dari berbagai elemen masyarakat terkait RUU BPJS ini. Namun, keinginan tersebut rupanya tidak sejalan. Pasalnya pihak-pihak yang tidak menginginkan undang -undang tersebut terus melakukan Gerilya agar UU BPJS ini menadapatkan penilaianj negatif dari masyarakat luas.

Isu yang mereka angkatpun beragam, mulai dari mengangkat isu ada kecurigaan, cacat proses, ataupun ada agenda rapat terselubung. Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan berbagai pihak termasuk kalangan DPR, sekalipun mereka tidak menjadi anggota Pansus BPJS

"Keputusan yang diambil di paripurna tidak boleh diredusir, apalagi suah bulat disepakati seluruh fraksi dan pemerintah. Penyelarasan teknis hal yang lumrah asal tidak merubah suvbtansi yang sudah disepakati"ungkap salah seorang anggota DPR dalam pesan singkatnya yang diterima oleh logikapolitik, Kamis dinihari (3/11)

Sementara itu, terkait dengan isu cacat proses dalam mengambil keputusan disahkannya RUU BPJS menjadi Undang-undang hal itu justeru dianggap aneh dan tidak masuk akal dalam pemikiran normal

"Paripurna itu adalah keputusan tertinggi adalah aneh jika ada pihak-pihak yang pada saat paripurna setuju,tapi setelah itu berbalik 180 derajat dengan mengarahkan opini publik seolah-olah UU BPJS cacat proses. Ini tindakan cuci tangan dan justeru jadi pertanyaan, ada apa dibalik statement tersebut" ujar anggota DPR lainnya saat berbincang dengan logikapolitik,Kamis Dinihari

Menanggapi adanya rapat di Hotel Arya Dutha, anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini membocorkan fakta sebenarnya tentang isu tersebut.

"Pernyataan ini aneh, karena anggota Pansus dan Panja RUU BPJS sedang kunker, tidak ada di jakarta, tapi tugas kunjungan kerja dari komisi masing-masing ke provinsi lain. Pimpinan pansus dan panja, Zuber Samawi (FPKS) dan Ferdiansyah (FG) kunker komisi, Surya Candra Surapaty (FPDI-P) jadi tim pengawas haji DPR yang bertugas di Saudi. Ketiga pimpinan tersebut berangkat tugas sejak tanggal 29 Oktober. Satu-satunya pimpinan yang tidak berangkat kunker hanya Nizar Shihab (FD)"ungkapnya

Untuk itu, kedua anggota DPR ini berharap kepada pihak-pihak yang terus melakukan penggagalan UU BPJS ini untuk segera mengkahiri manuver-manuvernya. Sebab, bila ini terus diperpanjang maka gejolak baru yang bisa mnimbulkan kerugian untuk Rakyat Indonesia

"Saya pikir mereka punya istri, punya anak, bahkan cucu. Segala langkah mereka harus dipertimbangkan untuk nasib keluarganya tersebut, jangan karena keuntungan sesaat mereka menghalalkan segala cara untuk melukai dan menyengsarakan nasib keluaganya dimasa yang akan datang. Kalau toh ada kecurigaan-kecurigaan tolong kami minta data dan bukti, bukan hanya sekedar wacana dan memperkeruh suasana" pungkasnya


Diluar Parlemen, Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan bahwa dirinya mengamati dua  kemungkinan. Yang bisa terjadi selama waktu sinkronisasi ini.

"Karena rencana pembicaraan agenda lanjutan antara Pansus RUU BPJS dengan Pemerintah baru akan ketahuan Kamis besok, sebagaimana yang kami terima dari staf Sekretariat Komisi IX.  Belum bisa kita pastikan dan simpulkan apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak"ujarnya

Menurut Ronald, Jika yang dimaksud proses "merapikan" adalah sebatas (merapikan) perumusan redaksional atau materi UU berdasarkan kesepakatan seluruh pihak saat rapat paripurna (baik dari seluruh fraksi maupun Pemerintah) dan pimpinan DPR menugaskan demikian, maka hal tersebut masih bisa dimaklumi. Tidak ada persoalan atau pelanggaran prosedur

"Kecuali, jika yang terjadi mengulang sebagian proses dari Pembicaraan Tingkat I dengan membongkar pasal-pasal (R)UU BPJS yang sesungguhnya sudah disetujui pada pembahasan sebelumnya dan bukan yang dipersoalkan (yaitu tentang periode keberlakuan BPJS I dan BPJS II)"terangnya

"Maka di sinilah ada pelanggaran prosedur terhadap UU No. 12 Tahun 2011, UU No. 27 Tahun 2009, dan Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2009. Kemungkinan adanya "penyeludupan" kepentingan dalam proses sinkronisasi, bisa saja terjadi. Tentu proses sinkronisasi ini harus terus dikawal, berlangsung terbuka, dan tidak mengurangi esensi kesepakatan saat rapat paripurna 28 Oktober 2011 lalu" pungkasnya

Uang Haram Freefort ke Polri, Pengalihan Isu!

Catatan Khusus - Pada tahun 2008 Suku Amungme dari 3 desa (Waa/Banti, Arwanop, Tsinga) didampingi Indonesian Human Rights Commite for Social Justice (IHCS) mempertanyakan realisasi kewajiban Freeport membayarkan dana perwalian (trusfund) sebagai biaya tambahan kepada masyarakat pemegang hak ulayat yang tanahnya dipakai pertambangan Freeport yaitu Suku Amungme & Suku Komoro, sebagaimana tertuang dalam MoU Tahun 2000 antara Freeport dengan Lemasa (Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme) & Lemasko (Lembaga Masyarakat Suku Komoro).

Mulai tahun 2009 hingga 2010 Komnas Ham melakukan pemantauan dan memediasi kasus ini. Namun, kini hingga kini kasusnya belum selesai & mayoritas kedua suku tersebut masih jauh dari kesejahteraan
20 Juli 2011 IHCS mendaftarkan gugatan kepada Menteri ESDM, Freeport, Presiden dan DPR karena melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebab tidak menjalankan PP No. 45 Tahun 2003 yang mengatur pembayaran royalti emas sebesar 3,75 %

Seharusnya pemerintah & Freeport melakukan renegosiasi karena dalam kontrak karya, Freeport hanya berkewajiban membayar royalti emas sebesar 1%. Kemudian sejumlah kalangan dari masyarakat, DPR dan Pemerintah menyatakan perlunya renegosiasi kontrak karya Freeport, Freeport yang awalnya menolak, kemudian menyatakan bersedia

Paruh Akhir Tahun 2011, pekerja Freeport melakukan mogok menuntut kenaikan upah, yang dijawab dengan kekerasan aparat kepolisian. Di Jakarta aksi massa anti Freeport kerap terjadi tidak hanya itu di kawasan Freeport muncul penembak gelap. Penembakan juga terjadi di kawasan Pegunungan Tengah dan kekerasan Polisi juga terjadi di Jayapura.

Hal inilah yang memicu isu separatisme yang direspon cepat oleh Pemerintah Pusat, lalu munculah isu lama bahwa aparat keamanan dibiayai Freepot. Kini isu bergeser dari tuntutan pertanggujawaban Freeport kepada Orang Papua, penerimaan negara  dan para pekerjanya, ke isu separatisme, biaya keamanan, dan bahwa Freeport ditekan perusahan-tambang tambang baik asing maupun nasional untuk tidak melakukan perubahan mendasar.

SBY tidak Cakap Tuntaskan Kasus Century

Jakarta - Lima kasus korupsi besar menyita perhatian publik, kasus korupsi tersebut yaitu, kasus bailout bank Century, Kasus korupsi pembangunan wisma atlit Sea Games di Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, kasus suap program percepatan pembangunan Insfratruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans, kasus korupsi Proyek pengadaan Alat belajar mengajar di Kementerian Pendidikan Nasional dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan
Pemerintahan SBY dituduh publik tidak baik menangani masalah tersebut dengan baik sehingga kasus itu bisa dikatakan mengambang

" 71.5 persen publik menilai pemerintahan SBY tidak menangani masalah kasus Bailout Century secara baik" ujar direktur eksekutif Jaringan Suara Indonesia, Widdi Aswindi,  dalam Jumpa pers di hotel Sultan, Jakarta (Rabu 02/11)

Sementara untuk kasus korupsi Wisma Atlit 65.9 persen publik menilai hal yang sama yaitu pemerintahan SBY tidak menangani masalah tersebut dengan baik. Begitupun dengan kasus PPIDT dikemenakertrans, Publik yang menilai SBY tidak menangani kasus di lembaga Cak imin itu mencapai 66.5 persen

"Untuk dua kasus lainya yaitu di kemendiknas 65.7 persen publik menilai SBY tidak baik menangani masalah tersebut dan satu lagi korupsi pengadaan alat kesehatan sebanyak  62.7 persen publik juga menilai SBY tidak menanganinya dengan baik" demikian Widdi

Survei ini digelar pada 1-15 Oktober lalu dengan 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Survei menggunakan teknik multistage random sampling dengan margin error sebesar 2,9 persen.

Keputusan Amir - Denny Abuse Power!

Jakarta - Keputusan kementerian Hukum Dan HAM mengeluarkan moratorium remisi Koruptor  merusak sistem hukum di Indonesia dan memupus kepastian hukum dalam law enforcement.

"Saya belum melihat adanya I'tikad untuk pemberian efek jera seperti yang disampaikan, namun hanya sebatas pencitraan belaka. Sebab bila memang benar-benat ingin melakukan  moratorium persoalan remisi haruslah dilakukan revisi uu pemasyarakatan" ujar anggota Komisi III DPR,Aboebakar Alhabsyi, Jakarta (Kamis 3/11)

Menurut Politisi PKS ini, pemberian instruksi secara lisan yang berdampak pada batalnya beberapa napi merupakan preseden tidak baik dalam proses hukum di Indonesia. Bagaimanapun legal standing remisi masih jelas diatur dalam pasal 34 UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, itu merupakan hak narapidana.

"Jadi bila ada instruksi yang bertentangan dengan UU tersebut bisa dikatakan ada abuse of power yang dilakukan menkumham. Karena remisi merupakan hak, maka harus diberikan, bila ini memang ingin dilakukan, mari lakukan dengan konstitusional, jangan acak-acak tata hukum kita" tambahnya
Masih kata Aboebakar, Bila memang ada I'tikad baik untuk memperbaiki UU pemasyarakatan seharusnya pemerintah meminta DPR atau mengajak DPR untuk melakukan perbaikan UU tersebut. Bila tidak, Presiden seharusnya bikin Perpres untuk pengganti UU

"Mari lakukan secara konstitusional, Rakyat jangan dibodohi dengan model pencitraan seperti ini. Pemberlakuan instruksi lisan secara retroaktif ini merusak sendi-sendi hukum di Indonesia, tidak bisa sebuah produk hukum diberlakukan surut ke belakang"terangnya

"Dalam konteks ini saya lihat ada pelanggaran HAM dan pendzoliman terhadap para napi yang seharusnya bebas. Dimana seorang yang seharusnya sudah bebas menurut peraturan dan hukum yang berlaku, namun kebebasannya harus dirampas hanya berdasar instruksi lisan pak mentri. Saya harap pak presiden dapat memberikan arahan pada menkumham, mari kita bernegara yang baik dan beradministrasi yang tertib" pungkas Aboebakar