Jumat, 11 November 2011

Mari Berhitung Soal Freeport!

Catatan Khusus - Kontrak dimulai tahun 1967 dan baru akan berakhir tahun 2041. Beberapa sumber menghitung bahwa sejak 1967 sampai 2010 (43 tahun) sudah menghasilkan 7,3 juta ton tembaga dan 724,7 juta ton emas.

Kalau diuangkan dengan patokan harga emas tiap gram sekarang senilai Rp 500.000,- saja.  Maka,  jumlah uang yang dihasilkan kurang lebih adalah 724 trilyun 700 ribu gram. dikali Rp 500.000,- = Rp 362.350 trilyun. Artinya tiap tahun Freeport menghasilkan kekayaan, Rp 362.350 trilyun : 43 tahun. = Rp 8.426,7442 trilyun . Katakanlah setelah dipotong macam-macam, hasil bersihnya Rp. 8.000 trilyun / tahun (coba bandingkan dgn APBN tahun ini yang cuma Rp 1.202 trilyun)

Dari jumlah ini, Indonesia hanya mendapat 1% (satu persen). Artinya,  hanya sekitar Rp 80 trilyun/tahun. (kalau menurut media massa jumlahnya malah hanya. Rp.15 sd Rp.20 trilyun pertahun, alias 1/4 cukai rokok yang tahun 2010 menyumbang devisa sebesar Rp. 66 trilyun).  Sementara sisanya yang 99% masuk ke perusahaan di AS.

Sekarang mari kita bayangkan, kalau saja pemerintah berani menuntut perubahan kontrak karya dan minta bagian 30% saja, maka tiap tahun kita bisa memperoleh minimal. Rp 2.400 trilyun. (dua kali lipat APBN tahun ini). Itu baru dihitung dari nilai emas, belum lagi dari hasil tambang lainnya.

Meski demikian, baru dari Emas. yang dihasilkan saja, kita sudah bisa menghitung bahwa pada dasarnya. kita tak perlu lagi punya hutang,  rakyat juga akan sejahtera, bisa memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis.  Bukan cuma Papua yang akan sejahtera dan bermartabat, tapi seluruh Indonesia. Apalagi sekarang ditemukan uranium yang harganya 100 kali harga emas.

Bahkan menurut para ahli,  bila dipakai untuk PLTN,  kandungan uranium disana mampu dipakai untuk menerangi seluruh dunia.

Nazarudin : Anas Urbaningrum Paling Layak Masuk Penjara!


Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhamad Nazarudin yang merupakan tersangka dalam kasus wisma atlit di Kementrian Andi Malaranggeng, Kemarin Siang (Kamis 10/11) datang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendatangani berkas SP 21. Dengan pengawalan ketat Muhamad Nazarudin dan Kepolisian berusaha menembus barisan Wartawan yang menghadangnya

Siapa yang paling Layak menjadi tersangka baru menyusul Anda?

"Saya rasa Anas Urbaningrum-lah yang paling layak jadi tersangka baru"ujarnya kepada wartawan sesaat sebelum masuk Gedung KPK

Alasannya kenapa mas?

"Karena dialah otak dari semua ini" tambah Nazarudin

Namun saat ditanya aliran dana ke fraksi partai Demokrat seperti ucapannya beberapa waktu lalu, Muhamad Nazarudin Bungkam. Sementara itu, kuasa hukum M. Nazarudin menyayangkan sikap penyidik KPK yang tergesa-gesa mem-P21-kan kasus wisma Atlet sebab selama ini penyidik KPK tidak menyentuh akar permasalahan

"Bagi kami, Nazaruddin Blm selesai memberikan keterangan. Bagi saya, Pendapat saya bisa bnr Bisa salah, Saya berprasaan bahwa Nazaruddin Kok dibungkam" Ujarnya penuh tanda tanya

Elsa pun kembali menjelaskan bahwa Pertanyaan Penyidik belum substansial. Nazarudin menurut Elsa baru ditanya kemana saja selama di Singapura, Perjalananya menggunakan paspor siapa saja

"Itukan tidak berkaitan dengan Wisma Atlet. Kemudian Masalah telepon, pembicaraan telepon yang ada 4 disampaikan diperdengarkan itu kan tidak memberikn keterangan apapun"terangnya

Berarti ada upaya dari penyidik KPK untuk Melokalisir?

"Iya" ujarnya singkat

Berarti ada upaya diskriminasi Bu?

"Menurut pendapat saya, Klien saya belum lengkap memberikan keterangannya,  Terus masalah hakim dalam persidangan Wafid meminta agar Nazar memberikan kesaksian tapi nyatanya 'kan Penyidik tidak
memberikan Ijin untuk Nazar bicara di pengadilan. Jadi, Artinya Apa dong"tegasnya

Apakah Nazar sudah bilang sama ibu soal aliran dana ke Fraksi Partai demokrat di DPR?

"Itu belum sampai sana"pungkas Elsa

Kamis, 10 November 2011

Kalau SBY Waras, Perintahkan Cak Imin Cabut Kepmenakertrans!

Jakarta - Kemarin(Rabu 09/11) Presiden SBY menilai pihak yang mencurigai pertemuannya dengan Sri Mulyani dalam rangka konspirasi kasus Century,disebutnya tidak waras.Kontan saja ucapan SBY yang selama ini memegang politik santun, Cerdas tersebut menuai kritik dari Publik, bahkan tidak sedikit yang menyindir dewan Pembina Partai Demokrat tersebut

"Kalau menuduh orang lain tidak waras, berarti SBY merasa waras" ujar Anggota komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka saat dimintai tanggapannya terhadap ucapan SBY tersebut, Rabu Malam (09/11)

Menurut Politisi PDI P ini, Kalau SBY benar-benar waras maka perintahkan Menakertrans, Muhaimin Iskandar untuk mencabut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17/2005

"Di dalamnya ada 46 komponen upah yang sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Silakan Presiden sekali-kali turun ke pasar, cek harga, bandingkan dengan kebutuhan hidup layak" terangnya

Hari-hari di bulan Nopember menurut perempuan yang kerap bersuara lantang di DPR ini adalah penentuan standar upah untuk tahun depan bagi para buruh dan pekerja Indonesia.

"Kalau upah minimum kota dan kabupaten masih dianggap relevan berpatokan pada kepmenakertrans tersebut, maka mohon maaf mungkin seperti yang didorong oleh FD (fraksi Demokrat-red), republik ini memang sesegera mungkin perlu UU Kesehatan Jiwa" sindir Rieke

Rabu, 09 November 2011

Soeharto tak Pantas Raih Gelar Pahlawan!

Jakarta - Mantan aktivis 98, Masinton Pasaribu menegaskan, sikap pemerintah yang tak memberikan gelar pahlawan kepada Presiden kedua, Soeharto, dinilai tepat. Masinton menegaskan, Soeharto masih terganjal persoalan kasus korupsinya yang hingga kini belum juga selesai.

"Ketetapan MPR No XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN, yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto masih berlaku, dan belum pernah dicabut. Jadi, Soeharto masih terganjal TAP MPR," tegas Masinto, Selasa (08/11/2011).

Ditegaskan, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto menyalahi UU No 20 tahun 2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, yang berasaskan keadilan, kehati-hatian, keobjektifan, dan keterbukaan.

Tidak setiap mantan presiden, katanya lagi, layak mendapatkan gelar pahlawan, apalagi presiden yang melakukan kejahatan kemanusiaan, seperti tragedi kemanusiaan terhadap orang-orang yang dicap sebagai komunis tahun 1965 hingga 1967, tragedi kemanusiaan di Aceh, Timtim, Lampung, Papua, dan lain-lain.

"Hitler yang melakukan kejahatan kemanusiaan tidak pernah dianugerahin gelar pahlawan dari negara dan rakyat Jerman. Sebagai negara yang beradab, tentu sisi pengabdian yang pernah dilakukan Soeharto harus dihargai oleh negara, namun penghargaan negara terhadap pengabdian Soeharto bukan berarti memberikan gelar kepahlawanan kepada Soeharto," ungkapnya

Apalagi, lanjut Masinton, peristiwa kekerasan negara yang hingga saat ini masih terjadi terhadap rakyat Papua adalah warisan kebijakan militeristik yang diterapkan oleh rezim orde baru Soeharto sejak tahun 1967 yang hingga sekarang masih dilanjutkan oleh presiden SBY terhadap rakyat  Papua.

'Surat Cinta' Politisi kepada Wartawan

Catatan Khusus :

Yth. Rekan wartawan,

Berikut komentar soal:

Perlu pengaturan media Untuk publikasi parpol

Perlu diatur penggunaan media untuk kepentingan partai di dalam dan di luar masa kampanye di revisi UU Pemilu. Hal ini penting untuk tidak membuat media kehilangan independensinya dan mendorong terjadinya persaingan tidak sehat, ketika pemilik media terlibat aktif ke dalam politik praktis.

Sejauh ini yang sudah diatur dalam UU Pemilu hanya maksimum iklan PSA (Public Service Advertisement) partai 10x per hari per TV selama masa kampanye. Itupun pengawasannya pada pemilu 2004 dan 2009 tidak pernah dipublikasikan oleh KPU ataupun Bawaslu. Menyongsong pemilu 2014 dan seterusnya yang semakin memungkinkan peran penting media

Untuk menertibkan perlu diatur beberapa hal:

1)maksimum banyaknya dan durasi iklan partai di berbagai media, di luar dan di dalam masa kampanye;

2)mekanisme pelaporan partai kpd KPU atau Bawaslu ttg biaya iklan yg hrs dibuktikan dg log proof tayangan di TV, radio, atau jenis media lainnya;

3)mekanisme pengawasan dan audit oleh Bawaslu atau KPU thd pelaporan yg dilakukan parpol.

Atas pemuatannya diucapkan terima kasih.
M. Romahurmuziy
Sekretaris Jenderal DPP PPP

Gerindra: Ambang Batas Parlemen 20 Persen saja Sekalian !

Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mempertanyakan ambang batas kursi parlemen atau parliementary treshold sebesar empat persen yang diusulkan pemerintah terkait revisi UU Pemilu. Menurutnya, kurang pas, bila empat persen PT kemudian membatasi demokrasi.

"Kita inginnya, cukup 2,5 saja. Atau, tiga persen, karena dengan ambang batas sebesar itu tak kemudian dianggap membelenggun hak berdemokrasi. Untuk apa mempersulit parpol untuk berdemokrasi," ujarnya saat dihubungi wartawan, Rabu siang (09/11)

Sebelumnya, parpol tengah yang tergabung dalam Setgab koalisi juga memprotes usulan pamerintah yang menetapkan ambang batas kursi parlemen sebesar empat persen. PAN, PPP, maupun PKB, bahkan mengancam akan keluar dari Setgab koalisi dan menuding Demokrat, sebagai partai utama pengusung pemerintah, hanya mengakomodir partai besar saja, Golkar juga PDI Perjuangan.

Fadli Zon kemudian menegaskan, dalam berdemokrasi, permasalahannya, bukan pada soal penyerhanaan partai. Akan tetapi, bagaimana mengelola negara ini dengan membangun pemerintahan yang baik.

"Pemerintahan yang berani melakukan pemberantasan korupsi, bukan dengan melakukan penyederhanaan partai.  Masalah bangsa ini, bukan soal berdemokrasi, tapi masalah utamanya adalah korupsi," tegasnya

"Oleh karena itu, kita tetap menginginkan, ambang batas paling tinggi tiga persen saja. Kemarin kan 2.5 persen, jadi naikknya tak terlalu jauh. Kalau empat persen, apa dasarnya? Kenapa ngga sekalian 20 persen saja, kalau memang ingin menyederhanakan partai," demikian Fadli Zon

Golkar : Satgas Denny Indrayana,Bubarkan saja!

Jakarta - Desakan untuk pembubaran Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum kian terang di Senayan. para politisi Di DPR tersebut menilai keberadaan Satgas PMH yang ditinggalkan Denny Indrayana tersebut hanya menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sudah tidak efektif lagi

"Karena minim prestasi dan hanya dijadikan alat pencitraan lebih baik dibubarkan" ujar anggota komisi III DPR, Bambang Soesatyo saat berbincang dengan logikapolitik, beberapa saat lalu (Rabu 9/11)
Alasan tersebut dinilai politisi Golkar ini, agar dana dari APBN yang dipakai yang jumlahnya puluhan miliar per-tahun dapat dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih menyentuh kepentingan masyarakat luas

"Dalam catatan kami, prestasi satgas PMH tidak lebih hanya mengunjungi sel Artalita dan merekayasa kasus Gayus yang hingga kinipun penanganannya tidak jelas"terang pria yang kerap bicara lantang di gedung wakil rakyat ini

"Sementara kasus-kasus mafia hukum di pengadilan seperti  suap kepada hakim, MA  seperti dalam kasus DL Sitorus yang diduga ada pejabat penting negeri ini yang melakukan penyuapan dan dana jumbo itu juga mengalir ke kantong pribadi sang pejabat tersebut hingga kini tidak ada progresnya"demikian Bambang

Rieke Diah Pitaloka : Silahkan Revisi tapi......

Jakarta – UU No.13 tahun 2003 lahir untuk menyiasati tekanan asing untuk perlindungan hak-hak konstitusional angkatan kerja dan tenaga kerja. Tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 tekanan IMF sangat kuat terhadap Indonesia sebab hutang yang semakin membangkak dan mereka menginginkan Indonesia harus menjadi pasar kerja murah dengan upah murah

"Untuk itu, Hukum perburuhan diciptakan untuk memberikan perlindungan lebih kepada buruh. Apapun kedudukan, posisi atau jabatannya, buruh adalah pihak yang berada dibawah kekuasaan pengusaha"ujar anggota Komisi IX DPR,di Jakarta, beberapa saat lalu (Rabu 09/11)

Karenanya, Politisi PDI P ini mengatakan kebijakan politik perburuhan atau ketenagakerjaan harus ditujukan untuk melindungi buruh dengan adil. Untuk itu, lanjut Rieke,bagi pihak-pihak yang menginginkan revisi UU No. 13 Tahun 2003 harus diingat bahwa revisi tersebut harus benar-benar memperhatikan urgensinya

"Saya tidak anti revisi tapi yang harus diingat ada kepentingan-kepentingan asing. saya mengingatkan kalau  revisi nanti harus ada pemilahan yang jelas antara tugas negara, sipil, pengusaha"terangnya

Perempuan yang kerap lantang bersuara mengatakan bahwa kalau revisi UU nanti terjadi maka pengusaha pribumi harus dilindungi,bukan pengusaha Asing. Tidak hanya itu, Kesejahteraan buruh bukan tugas pengsuaha saja tapi sesungguhnya menjadi tugas negara. Tidak cukup, politik ketenagakerjaan hanya relasi anatar pekerja dan pengusaha justeru seharusnya membuka relasi pekerja, pengusaha dan negara.

"Tapi sekali lagi,  kalau revisi itu menghilangkan pesangon, menghilangkan penghargaaan, menghilangkan hak-hal buruh,  mohon maaf selama saya masih ada Di DPR maka saya orang yang pertama akan menolak revisi" pungkasnya

Kamis, 03 November 2011

Awas, Misteri Isu Penggagalan BPJS Jilid II!

Jakarta - Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang dikenal dengan BPJS secara resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat lewat sidang paripurna, Jumat (28/10). Pengesahan ini pun diharapkan mengakhiri semua pro - kontra dari berbagai elemen masyarakat terkait RUU BPJS ini. Namun, keinginan tersebut rupanya tidak sejalan. Pasalnya pihak-pihak yang tidak menginginkan undang -undang tersebut terus melakukan Gerilya agar UU BPJS ini menadapatkan penilaianj negatif dari masyarakat luas.

Isu yang mereka angkatpun beragam, mulai dari mengangkat isu ada kecurigaan, cacat proses, ataupun ada agenda rapat terselubung. Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan berbagai pihak termasuk kalangan DPR, sekalipun mereka tidak menjadi anggota Pansus BPJS

"Keputusan yang diambil di paripurna tidak boleh diredusir, apalagi suah bulat disepakati seluruh fraksi dan pemerintah. Penyelarasan teknis hal yang lumrah asal tidak merubah suvbtansi yang sudah disepakati"ungkap salah seorang anggota DPR dalam pesan singkatnya yang diterima oleh logikapolitik, Kamis dinihari (3/11)

Sementara itu, terkait dengan isu cacat proses dalam mengambil keputusan disahkannya RUU BPJS menjadi Undang-undang hal itu justeru dianggap aneh dan tidak masuk akal dalam pemikiran normal

"Paripurna itu adalah keputusan tertinggi adalah aneh jika ada pihak-pihak yang pada saat paripurna setuju,tapi setelah itu berbalik 180 derajat dengan mengarahkan opini publik seolah-olah UU BPJS cacat proses. Ini tindakan cuci tangan dan justeru jadi pertanyaan, ada apa dibalik statement tersebut" ujar anggota DPR lainnya saat berbincang dengan logikapolitik,Kamis Dinihari

Menanggapi adanya rapat di Hotel Arya Dutha, anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini membocorkan fakta sebenarnya tentang isu tersebut.

"Pernyataan ini aneh, karena anggota Pansus dan Panja RUU BPJS sedang kunker, tidak ada di jakarta, tapi tugas kunjungan kerja dari komisi masing-masing ke provinsi lain. Pimpinan pansus dan panja, Zuber Samawi (FPKS) dan Ferdiansyah (FG) kunker komisi, Surya Candra Surapaty (FPDI-P) jadi tim pengawas haji DPR yang bertugas di Saudi. Ketiga pimpinan tersebut berangkat tugas sejak tanggal 29 Oktober. Satu-satunya pimpinan yang tidak berangkat kunker hanya Nizar Shihab (FD)"ungkapnya

Untuk itu, kedua anggota DPR ini berharap kepada pihak-pihak yang terus melakukan penggagalan UU BPJS ini untuk segera mengkahiri manuver-manuvernya. Sebab, bila ini terus diperpanjang maka gejolak baru yang bisa mnimbulkan kerugian untuk Rakyat Indonesia

"Saya pikir mereka punya istri, punya anak, bahkan cucu. Segala langkah mereka harus dipertimbangkan untuk nasib keluarganya tersebut, jangan karena keuntungan sesaat mereka menghalalkan segala cara untuk melukai dan menyengsarakan nasib keluaganya dimasa yang akan datang. Kalau toh ada kecurigaan-kecurigaan tolong kami minta data dan bukti, bukan hanya sekedar wacana dan memperkeruh suasana" pungkasnya


Diluar Parlemen, Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan bahwa dirinya mengamati dua  kemungkinan. Yang bisa terjadi selama waktu sinkronisasi ini.

"Karena rencana pembicaraan agenda lanjutan antara Pansus RUU BPJS dengan Pemerintah baru akan ketahuan Kamis besok, sebagaimana yang kami terima dari staf Sekretariat Komisi IX.  Belum bisa kita pastikan dan simpulkan apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak"ujarnya

Menurut Ronald, Jika yang dimaksud proses "merapikan" adalah sebatas (merapikan) perumusan redaksional atau materi UU berdasarkan kesepakatan seluruh pihak saat rapat paripurna (baik dari seluruh fraksi maupun Pemerintah) dan pimpinan DPR menugaskan demikian, maka hal tersebut masih bisa dimaklumi. Tidak ada persoalan atau pelanggaran prosedur

"Kecuali, jika yang terjadi mengulang sebagian proses dari Pembicaraan Tingkat I dengan membongkar pasal-pasal (R)UU BPJS yang sesungguhnya sudah disetujui pada pembahasan sebelumnya dan bukan yang dipersoalkan (yaitu tentang periode keberlakuan BPJS I dan BPJS II)"terangnya

"Maka di sinilah ada pelanggaran prosedur terhadap UU No. 12 Tahun 2011, UU No. 27 Tahun 2009, dan Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2009. Kemungkinan adanya "penyeludupan" kepentingan dalam proses sinkronisasi, bisa saja terjadi. Tentu proses sinkronisasi ini harus terus dikawal, berlangsung terbuka, dan tidak mengurangi esensi kesepakatan saat rapat paripurna 28 Oktober 2011 lalu" pungkasnya

Uang Haram Freefort ke Polri, Pengalihan Isu!

Catatan Khusus - Pada tahun 2008 Suku Amungme dari 3 desa (Waa/Banti, Arwanop, Tsinga) didampingi Indonesian Human Rights Commite for Social Justice (IHCS) mempertanyakan realisasi kewajiban Freeport membayarkan dana perwalian (trusfund) sebagai biaya tambahan kepada masyarakat pemegang hak ulayat yang tanahnya dipakai pertambangan Freeport yaitu Suku Amungme & Suku Komoro, sebagaimana tertuang dalam MoU Tahun 2000 antara Freeport dengan Lemasa (Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme) & Lemasko (Lembaga Masyarakat Suku Komoro).

Mulai tahun 2009 hingga 2010 Komnas Ham melakukan pemantauan dan memediasi kasus ini. Namun, kini hingga kini kasusnya belum selesai & mayoritas kedua suku tersebut masih jauh dari kesejahteraan
20 Juli 2011 IHCS mendaftarkan gugatan kepada Menteri ESDM, Freeport, Presiden dan DPR karena melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebab tidak menjalankan PP No. 45 Tahun 2003 yang mengatur pembayaran royalti emas sebesar 3,75 %

Seharusnya pemerintah & Freeport melakukan renegosiasi karena dalam kontrak karya, Freeport hanya berkewajiban membayar royalti emas sebesar 1%. Kemudian sejumlah kalangan dari masyarakat, DPR dan Pemerintah menyatakan perlunya renegosiasi kontrak karya Freeport, Freeport yang awalnya menolak, kemudian menyatakan bersedia

Paruh Akhir Tahun 2011, pekerja Freeport melakukan mogok menuntut kenaikan upah, yang dijawab dengan kekerasan aparat kepolisian. Di Jakarta aksi massa anti Freeport kerap terjadi tidak hanya itu di kawasan Freeport muncul penembak gelap. Penembakan juga terjadi di kawasan Pegunungan Tengah dan kekerasan Polisi juga terjadi di Jayapura.

Hal inilah yang memicu isu separatisme yang direspon cepat oleh Pemerintah Pusat, lalu munculah isu lama bahwa aparat keamanan dibiayai Freepot. Kini isu bergeser dari tuntutan pertanggujawaban Freeport kepada Orang Papua, penerimaan negara  dan para pekerjanya, ke isu separatisme, biaya keamanan, dan bahwa Freeport ditekan perusahan-tambang tambang baik asing maupun nasional untuk tidak melakukan perubahan mendasar.

SBY tidak Cakap Tuntaskan Kasus Century

Jakarta - Lima kasus korupsi besar menyita perhatian publik, kasus korupsi tersebut yaitu, kasus bailout bank Century, Kasus korupsi pembangunan wisma atlit Sea Games di Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, kasus suap program percepatan pembangunan Insfratruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans, kasus korupsi Proyek pengadaan Alat belajar mengajar di Kementerian Pendidikan Nasional dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan
Pemerintahan SBY dituduh publik tidak baik menangani masalah tersebut dengan baik sehingga kasus itu bisa dikatakan mengambang

" 71.5 persen publik menilai pemerintahan SBY tidak menangani masalah kasus Bailout Century secara baik" ujar direktur eksekutif Jaringan Suara Indonesia, Widdi Aswindi,  dalam Jumpa pers di hotel Sultan, Jakarta (Rabu 02/11)

Sementara untuk kasus korupsi Wisma Atlit 65.9 persen publik menilai hal yang sama yaitu pemerintahan SBY tidak menangani masalah tersebut dengan baik. Begitupun dengan kasus PPIDT dikemenakertrans, Publik yang menilai SBY tidak menangani kasus di lembaga Cak imin itu mencapai 66.5 persen

"Untuk dua kasus lainya yaitu di kemendiknas 65.7 persen publik menilai SBY tidak baik menangani masalah tersebut dan satu lagi korupsi pengadaan alat kesehatan sebanyak  62.7 persen publik juga menilai SBY tidak menanganinya dengan baik" demikian Widdi

Survei ini digelar pada 1-15 Oktober lalu dengan 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Survei menggunakan teknik multistage random sampling dengan margin error sebesar 2,9 persen.

Keputusan Amir - Denny Abuse Power!

Jakarta - Keputusan kementerian Hukum Dan HAM mengeluarkan moratorium remisi Koruptor  merusak sistem hukum di Indonesia dan memupus kepastian hukum dalam law enforcement.

"Saya belum melihat adanya I'tikad untuk pemberian efek jera seperti yang disampaikan, namun hanya sebatas pencitraan belaka. Sebab bila memang benar-benat ingin melakukan  moratorium persoalan remisi haruslah dilakukan revisi uu pemasyarakatan" ujar anggota Komisi III DPR,Aboebakar Alhabsyi, Jakarta (Kamis 3/11)

Menurut Politisi PKS ini, pemberian instruksi secara lisan yang berdampak pada batalnya beberapa napi merupakan preseden tidak baik dalam proses hukum di Indonesia. Bagaimanapun legal standing remisi masih jelas diatur dalam pasal 34 UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, itu merupakan hak narapidana.

"Jadi bila ada instruksi yang bertentangan dengan UU tersebut bisa dikatakan ada abuse of power yang dilakukan menkumham. Karena remisi merupakan hak, maka harus diberikan, bila ini memang ingin dilakukan, mari lakukan dengan konstitusional, jangan acak-acak tata hukum kita" tambahnya
Masih kata Aboebakar, Bila memang ada I'tikad baik untuk memperbaiki UU pemasyarakatan seharusnya pemerintah meminta DPR atau mengajak DPR untuk melakukan perbaikan UU tersebut. Bila tidak, Presiden seharusnya bikin Perpres untuk pengganti UU

"Mari lakukan secara konstitusional, Rakyat jangan dibodohi dengan model pencitraan seperti ini. Pemberlakuan instruksi lisan secara retroaktif ini merusak sendi-sendi hukum di Indonesia, tidak bisa sebuah produk hukum diberlakukan surut ke belakang"terangnya

"Dalam konteks ini saya lihat ada pelanggaran HAM dan pendzoliman terhadap para napi yang seharusnya bebas. Dimana seorang yang seharusnya sudah bebas menurut peraturan dan hukum yang berlaku, namun kebebasannya harus dirampas hanya berdasar instruksi lisan pak mentri. Saya harap pak presiden dapat memberikan arahan pada menkumham, mari kita bernegara yang baik dan beradministrasi yang tertib" pungkas Aboebakar